Dua Sumber Kejahatan Manusia
Allah menawarkan amanah dalam bentuk mentaati perintah dan menjauhi larangan kepada makhluk-makhluk besar, seperti langit, bumi, dan gunung. Jika mereka sanggup melaksanakannya maka mereka akan mendapatkan pahala. Dan jika mereka melanggarnya maka mereka mendapat hukuman. Namun mereka tidak bersedia menerimanya, karena takut tidak mampu menanggungnya.
Kemudian Allah tawarkan kepada manusia, dan mereka sanggup menanggungnya.
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab: 72)
Karena beban syariat ini, manusia terbagi menjadi 3, Allah sebutkan di lanjutan ayat,
لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab: 73)
- Orang munafik: dari luar terlihat mereka melaksanakan amanah, namun batinnya membencinya.
- Orang musyrik: melanggar amanah lahir dan batin
- Orang beriman: melaksanakan amanah lahir dan batin
Syaikhul Islam mengatakan,
والجهل والظلم : هما أصل كل شر ، كما قال سبحانه : { وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا }
Kebodohan dan kedzliman, merupakan dua hal yang menjadi sebab segala kejahatan. Sebagaimana Allah berfirman,
وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (Iqtidha Shiratil Mustaqim, hlm. 138).